Belum lama Media Asing “Al-Jazeera”
memunculkan berita
tentang Dewan Revolusi Islam (DRI) hingga menghebohkan seantero
nusantara, berita tersebut meyakinkan bahwa Front Pembela Islam (FPI)
berada dibalik rencana kudeta yang matang, parahnya juga
dikait-kaitkan dengan Tragedi Ahmadiyah belum lama ini terjadi di
berbagai wilayah di Indonesia yang sangat menyudutkan FPI.
Namun belum lama berita itu berselang, senin lalu (21/3) Media Portal Asing “The Jakarta Post”
kembali memuat berita palsu tentang
pergerakan FPI ke dunia musik underground disaat publik masih panas
dengan kampanye Pembubaran Ahmadiyah, yang memang didominasi oleh
gerakan ormas-ormas Islam seperti FPI. Berita ini dinilai
sebagai berita fitnah yang sangat menyesatkan umat.
Berita yang berjudul “FPI sets its eyes on underground music”
yang di muat di halaman HEADLINES cukup menarik perhatian publik,
dengan menuduh FPI yang berniat mengadakan
perlawanan terhadap musik underground yang membuat munculnya beragam
pernyataan, tudingan, kecaman, pro dan kontra, tidak lama setelah
berita ini di publish ke dunia maya. Melalui berita ini pula
banyak sekali anggota komunitas underground menjadi salah paham dan
mengambil kesimpulan bahwa FPI akan membubarkan komunitas Underground.
Dituliskan bahwa anggota senior FPI yang dinilai sebagai ahli
musik Islam, yang bernama Budi Fahri Farid menduga adanya gerakan
mengaburkan ajaran Islam dengan berbagai aliran musik
underground.
Padahal nyatanya, setelah ditelusuri lebih dalam,
sepanjang Struktur Organisasi DPP – FPI dari dulu hingga kini tidak
pernah ada yang bernama Budi Fahri Farid ahli musik Islam
seperti yang disebutkan. Hal ini menguak kenyataan bahwa berita yang
diangkat “The Jakarta Post” adalah fiktif dan menyudutkan dengan menuliskan bahwa FPI akan mengincar pembubaran dunia
musik underground.
DPP – FPI memang mengadakan seminar mengenai realita perang
pemikiran di komunitas musik underground, seminar ini berlangsung saat
pengajian rutin rabu malam (16/3), di Majlis Ta’lim
Silaturahmi Al-Jabhah yang bertempat di Masjid Al-Ishlah Jl.
Petamburan Raya 3 Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Namun seminar ini bukan bermaksud untuk mengajak umat untuk
memberikan perlawanan terhadap musik underground, seperti yang
dituliskan “The Jakarta Post”. Justru sebaliknya, yang
disampaikan dalam seminar ini adalah sejumlah paparan informasi
bahwa musik underground saat ini sebagian didominasi oleh intrik Zionis
namun hal ini juga menjadi pemicu beberapa komunitas musik
underground untuk bangkit dan berbalik melawan konspirasi Zionis
lewat musik underground.
Dalam seminar ini menghadirkan pembicara dari Komunitas GHURABBA MILITANT TAWHEED,
sebuah komunitas musik
underground yang menjadikan musik sebagai sarana dan alat dakwah
untuk menyampaikan Islam ke para penggemar musik cadas di komunitas
tersebut, yang dipelopori oleh band Rock indie
label The Roots Of Madinah. Pembicara tersebut adalah Thufail
Al-Ghifari salah satu rapper yang cukup dikenal di komunitas underground dan hiphop local sekaligus vokalis dari band The Roots Of Madinah.
Thufail Al-Ghifari mengupas tuntas mengenai musik underground
yang pada awalnya lahirnya bertujuan sebagai kontra kultur dalam
industri musik mainstream yang telah banyak berkembang, namun
saat ini aliran musik ini justru ditunggangi oleh Zionis dengan
menjauhkan pemuda-pemuda dari sendi kehidupan agamanya melalui
pengidolaan figur-figur yang kontra islam, dan syair syair lagu yang
mendoktrin pemahaman kontra islam.
“Para musisi ini kebanyakan menjalankan misi Zionis tanpa
mereka sadari. Kita tidak bisa mengatakan bahwa anak underground itu
sesat, atau anak underground itu agen zionis karena
konspirasinya tidak terletak pada subjek tapi ada pada lirik yang
disampaikan oleh musik – musik yang kebanyakan membawa ideologi dan
pesan terselubung yang akhirnya menjadi gaya hidup dan
perlawanan terhadap apa yang sering kami sebut kemapanan,” ujar
Thufail.
Thufail juga menduga beberapa dari kutipan lirik yang ada di
dalam musik-musik underground saat ini, antitesis dunia tanpa agama,
tanpa negara dan tanpa ideologi yang murni merupakan pesan
Zionis. Dan aspek lainnya yang mencoba menggiring para pemuda Muslim
untuk menjauh dari agama mereka melalui musik.
Sama halnya dengan Muhammad Hariadi Nasution yang juga dikenal
dengan panggilan “Ombat” vokalis dari band kawakan TENGKORAK, juga
mengutip pernyataan seorang peneliti yahudi bernama
Jeremiah Walah, yang memang sangat concern melakukan penelitian
terhadap watak dan psikologi masyarakat Indonesia. Jeremiah Walah justru
mengatakan secara terbuka kepada Ombat bahwa untuk
menghancurkan Indonesia tidak perlu menggunakan senjata, hancurkan
saja para generasi mudanya. Melalui musik metal dan film porno.
“Kalau kita menemukan anak metal lebih tersinggung ketika
aliran metalnya dihina daripada agamanya, nah itulah bukti bahwa disini
ada agenda zionis” kutipan pernyataan Ombat dari
investigasi FPI di belakang panggung acara konser musik Approach Deen Avoid Sin di
Bulungan pada tahun 2010.
Sejauh ini gerakan komunitas musik underground seperti GHURABBA MILITANT TAWHEED juga tidak sendirian, sebelumnya telah muncul pula beberapa komunitas lainnya, seperti Berandalan Puritan, Salam Satu Jari (One Finger Underground Movement) yang
digawangi Band
Senior TENGKORAK yang beraliran musik Grindcore Metal, ada juga PUNK
MUSLIM yang digawangi Almarhum Budi Choiruni alias Buce yang
berkonsentrasi pada anak-anak punk di sekitaran Blok M dan
Senayan, dan gerakan lainnya yang mulai bermunculan satu persatu
sebagai perlawanan kultur Zionis dalam musik underground.
Komunitas Salam Satu Jari Bahkan lebih frontal mengubah salam
metal yang identik dengan tiga jari menjadi salam tawheed satu jari yang
bermakna satu jari lebih kepada ketauhidan. ”Inti dari
Salam satu jari ini adalah untuk mengingatkan kita kepada simbol
Tawheed” begitu penjelasan Madmor vokalis band Purgatory yang kami dapat disela sela dokumentasi wawancara mereka disebuah acara konser musik Java Rock In
Land di Indonesia.
Menurut Thufail hanya dengan cara inilah mereka bisa
menyadarkan kaum muda yang berkecimpung dalam dunia underground dari
segala pengaruh buruk. Bila suara pemuka agama tidak lagi didengar,
sudah saatnya mereka sendiri yang harus bergerak. ”Sebenarnya wadah
underground ini hanya bagian dari strategi perang ideologi melalui musik
menjadi wadah untuk melawan sekaligus membangun
pertahanan kultur untuk menandingi perang budaya yang ingin
menggeser generasi islam dari nilai nilai Islam itu sendiri,” tambahnya
lagi.
Dalam kesempatan lain, perwakilan dari FPI Ustadz Tarmidzi,
juga sudah menerima silahturahim dari perwakilan band – band senior dari
komunitas Underground. Seperti Fahmi yang merupakan
salah satu personel dari band Mortus.
Menurut pengakuan Fahmi sendiri, kehadiran dia juga mewakili
komunitas studio Bendera Kuning yang didirikan oleh salah satu personel
band Underground senior Betrayer. Fahmi sudah mendapatkan penjelasan langsung bahwa tidak ada rencana pembubaran Underground dari FPI.
Ustadz Tarmidzi menjelaskan bahwa semua itu hanyalah berita
palsu dan tidak memiliki dasar yang kuat, mulai dari nama Budi Fahri
Farid hingga Isu pembubaran dunia musik Underground adalah
bohong.
“FPI tidak memerangi underground, yang FPI perangi adalah
kemaksiatan. Dimana ada pornografi, alkoholik, dan ide ide liberalisme
lainnya, maka FPI akan konsisten melakukan perlawanan
minimal mensupport siapa saja yang melakukan perlawanan terhadap hal
hal seperti itu, jadi isu FPI akan membubarkan Underground adalah
berita bohong” ujarnya.
“Jika anda muslim maka anda tidak perlu takut terhadap gerakan dakwah ini” begitulah pernyataan Fahmi dari band Mortus diakhir dari silahturahim beliau yang disambut hangat oleh perwakilan FPI dan juga komunitas underground muslim.
Begitu juga halnya dengan Wasis Ws, Aktivis dakwah jalanan
yang juga merupakan underground senior Jakarta mengingatkan bahwa semua
civitas dunia underground lebih baik menanyakan langsung
ke DPP FPI tentang fakta yang sebenarnya, daripada mengikuti alur
bola salju yang di lemparkan oleh segelintir orang yang inti sebenarnya
adalah mereka tidak ingin dakwah Islam masuk ke dunia
underground.
“Gue kenal Ombat, Thufail hingga Purgatory udah lama, bahkan
senior metal seperti Irfan Rotor sembiring gue kenal. Dakwah underground
ini sudah ada sejak zaman Rotor. Sekarang masalahnya
apa yang dirintis oleh Irfan Rotor seperti gayung bersambut, kini
banyak cucu-cucu dari band rotor malah semakin berani meneriakkan Islam,
harusnya kita yang muslim bangga bukan justru
menghalangi laju gerakan ini. Gue justru salut, dan civitas pengamen
jalanan sangat mensupport kehadiran orang – orang seperti ini. Dulu gue
jarang ngeliat pengajian di jalanan, tapi pas gue
ketemu yang namanya Punk Muslim. Anak – anak jalanan justru bisa
ngerasain belajar Al Qur’an di pinggir trotoar, di samping terminal
sampai sholat isya berjamaah di sebuah acara underground” ujar
Wasis.
Wasis juga menyakinkan bahwa isu pembubaran Undeground oleh
FPI itu adalah berita fiktif dan tidak bertanggung jawab. Sama seperti
yang dinyatakan oleh Luthfi ketua komunitas Punk Muslim
generasi kedua setelah Almarhum Buce.
“Sebenarnya isu ini digulirkan di dunia maya, kita semua tahu
bahwa dunia maya itu dunia fitnah. Anak – anak pengamen dan punkers
disekitar pulo gadung hingga bogor justru banyak yang
senang dengan kehadiran pengajian pengajian ke lingkungan mereka, di
Blok M kami sering membuat acara buka puasa bersama hingga maulid,
sepertinya semua senang dengan kehadiran Islam dan tidak
ada masalah” ujar Lutfhi.
Kehadiran komunitas Punk Muslim, Ghurabba Militan Tawheed, Salam Satu Jari (One Finger Underground Movement),
Berandalan
Puritan dan lain sebagainya terbukti merupakan titik revolusi puncak
dari perlawanan terhadap kultur kontra Islam didalam dunia musik
underground. Namun setelah revolusi, tetap harus ada bab
lanjutan dimana dakwah harus terus bermuara pada pembinaan –
pembinaan keislaman. Dari situlah FPI menjadi tertarik untuk mengundang
perwakilan dari dunia underground muslim ini untuk memaparkan
secara singkat efek dari pergeseran budaya dan pemikiran yang
terjadi karena musik musik barat yang masuk ke Indonesia.
Dan melalui sebuah film dokumenter berjudul Global Metal, kami
memang melihat fakta
yang jauh dari perkiraan kami, bahwasanya liberalisme, sekulerisme,
atheisme, agnostik, pornografi, alkoholik dan budaya kebebasan yang
berbeda dengan jati diri bangsa Indonesia justru banyak
ditularkan melalui pergaulan hedonisme disebagian komunitas
Underground ini.
Underground memang tidak sesat, namun setiap oknum dan pelaku
penyebaran doktrinasi dari hal hal yang bertolak belakang dengan Islam
tetap harus ditindak, minimal dibangun kontra kulturnya.
Suatu hal yang mengagumkan kami menemukan banyak anak – anak dengan
keterbatasan ilmu justru telah berani ‘memasang badan’ untuk melawan
laju monster budaya yang merupakan bagian dari agenda
zionis internasional ini.